Tuesday, July 07, 2009

PUASALAH DENGAN HATI!

Agus penasaran dengan kegemaran Pak Ustadz puasa Senin-Kamis. Apa sebenarnya yang dicari? Ibadah lengkap. Akhlak unggul. Ilmu tak tertandingi. Kalau segalanya telah paripurna, mestinya ia tak perlu berbuat "macem-macem".

Maka sepulang dari tempat kerjanya Agus langsung meluncur ke rumah Pak Ustadz. Waktu sudah menjelang maghrib. Alhamdulillah, bisik Agus dalam hati. Ia melihat Pak Ustadz tengah membaca buku di teras rumah.

Tetapi, dari jauh Pak Ustadz sudah menjulurkan senyum. Secara tak sengaja matanya telah melihat bayangan Agus yang sedang berjalan ke rumahnya.

"Baru pulang?" tanya Pak Ustadz ramah setelah menjawab salam Agus.

"Iya, pak. Mumpung lewat, sekalian mampir," sahut Agus.

Pak Ustadz sepertinya sudah siap pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Itu terlihat dari pakaiannya yang rapi. Sarung, baju gamis, dan kopiah menjadi asesoris yang melekat di tubuhnya.

"Nunggu maghrib, Pak Ustadz?"

Pak Ustadz tersenyum. Mulutnya tidak bersuara. Tapi, dari senyumnya Agus tahu Pak Ustadz sedang menunggu bedug maghrib. Ah, sebuah kenikmatan yang tiada tara. Menunggu bedug magrib untuk segera berbuka puasa setelah seharian bergelut dengan lapar dan dahaga.

"Pak Ustadz, saya kok kalau puasa Senin-Kamis nggak pernah kuat ya?" tanya Agus. Mirip sebuah keluhan.

Pak Ustadz tidak segera menanggapi. Buku yang sedang dibaca ia letakkan di atas paha. Matanya menatap Agus.

"Memang kamu pingin puasa Senin-Kamis juga?"

"Ya kepingin. Tapi, bagaimana lagi wong nggak pernah kuat."

Pak Ustadz tersenyum. Agus merasa senyuman Pak Ustadz lebih mirip sebuah cibiran. Tapi, ia tidak peduli.

"Benar Pak Ustadz, saya tidak bohong. Kalau puasa Ramadhan, saya kuat, tapi kalau puasa Senin-Kamis saya nggak pernah kuat. Batal terus."

Agus terkekeh.Namun, Pak Ustadz jauh dari terkekeh. Matanya tetap terarah ke mata Agus. Katanya kemudian.

"Kamu nggak kuat puasa Senin-Kamis karena kamu belum menyertakan hatimu dalam berpuasa. Kalau kamu sudah menyertakan hatimu, kamu pasti kuat." kata Pak Ustadz.

"Ah, Pak Ustadz ada-ada saja. Mana bisa hati berpuasa...."

"Bisa!Bukankah hatimu yang memutuskan berniat puasa. Kalau hatimu yang memutuskan niat, hatimu pula yang akan melindungi puasamu. Karena itu, puasalah dengan hati! Jangan dengan yang lain...."

"Kalau saya tidak kuat puasa berarti hati saya sebenarnya tidak kuat. Lalu ia kirim rasa tidak kuat itu ke otak dan dari otak lalu ke perut. Dari perut lalu ke kaki dan tangan untuk menuju warung makan hingga makanannya sampai di mulut."

"Nah, itu kamu tahu...."

Agus tersenyum gembira mendengar pujian Pak Ustadz. Tapi, Agus akan lebih gembira lagi bila mulai besok ia sudah mampu puasa Senin-Kamis. Puasa dengan hati!* * *

No comments: