Wednesday, June 17, 2009

TONGKAT MUSA

Udin dan Joko asyik berdebat di gardu ronda. Mereka ramai memperdebatkan persoalan mi'raj Nabi. Kedua-duanya saling bersikeras dengan pendapatnya masing-masing. Keduanya tidak ada yang mau mengalah.

"Tidak benar kalau Nabi pergi ke langit dengan badannya. Ini tidak masuk akal. Bagaimana logika kita bisa menerimanya?" sergah Joko.

Udin tak mau kalah. "Lho bisa saja. Apa yang tidak mampu dilakukan oleh Allah. Tinggal bilang kun fa yakun, jadi maka jadilah. Ya, sudah Nabi sudah berada di langit ke tujuh."

"Ah, kacau pendapatmu. Saya lebih percaya kalau yang naik ke langit hanya ruhnya. Sedangkan badannya tertinggal. Sebab, kalau ke langit dengan badannya, pasti badan Nabi akan hancur."

"Hancur bagaimana? Bukankah Allah yang akan melindungi Nabi? Dengan kekuasaan Allah yang Maha Segalanya, tubuh Nabi akan tetap utuh, baik saat pergi maupun saat pulang."

"Ok. Aku setuju tentang ke-Maha Segalanya- Allah. Tapi, seharusnya tafsiran agama mesti bisa diterima akal. Kalau akal susah menerima, bagaimana kita mau percaya agama itu..."

"Lho,tafsiran mana yang tidak masuk akal?! Tafsiran ruh dan tubuh Nabi ke langit juga masuk akal. Bukankah Muhammad seorang Nabi yang pasti akan dilindungi Allah?"

"Benar. Muhammad memang seorang Nabi. Tapi, Muhammad juga manusia biasa, seperti manusia yang lain."

"Iya. Nabi memang manusia biasa. Tapi, dia ma'shum, terlindung dari dosa."

"Tapi, dia manusia!"

"Iya! Tapi, manusia yang luar biasa!"

"Iya, manusia!"

"Iya, manusia luar biasa!"

Udin dan Joko terus berdebat tanpa akhir. Masing-masing kukuh dengan pendapatnya.

Tidak lama, Pak Ustadz lewat di depan keduanya. Joko dan Udin meminta pendapat Pak Ustadz untuk menengahi. Pak Ustadz manggut-manggut mendengar curahan hati keduanya. Lalu, Pak Ustadz menerangkan masalah itu sejelas-jelasnya.

Di akhir pembicaraan, sambil berlalu Pak Ustadz berucap.

"Kita memang rajin berdebat tentang tongkat Musa yang terbuat dari kayu atau besi. Namun, kita selalu malas merengkuh pelajaran tentang semangat Musa dalam mendakwahi kaumnya."

Joko dan Udin saling berpandangan. Mereka menerka-nerka apa maksud ucapan Pak Ustadz. * * *

No comments: