Wednesday, June 17, 2009

ORANG BANGKRUT

Pak Ustadz kedatangan tamu. Pak Amir namanya. Ia adalah juragan kayu yang ternama. Perusahaannya berkembang pesat. Karyawannya ratusan. Mobilnya puluhan. Kekayaannya bejibun.

Meski kaya, Pak Amir orang yang rendah hati. Ia juga terkenal dermawan. Ia tidak pernah memamerkan kekayaan miliknya. Ia juga tidak pernah menghardik peminta-minta atau pencari sumbangan yang mampir ke rumahnya.

Kali ini Pak Amir datang ke rumah Pak Ustadz dengan muka tertunduk. Mukanya ditekuk. Parasnya kuyu. Seperti ada beban di pundak.

"Oh, Pak Amir. Bagaimana kabarnya?" tanya Pak Ustadz ramah.

"Buruk, Tadz. Usaha saya hancur. Saya ketipu habis-habisan. Mitra bisnis saya yang selama ini amat saya percayai ternyata tega berbuat nista. Ia menerima kiriman kayu saya, tapi tanpa mau membayarnya..." keluh Pak Amir.

Pak Ustadz terkejut. Ia tidak menyangka nasib Pak Amir akan seperti itu.

"Lalu?"

"Saya tidak tahu harus berbuat apa. Para karyawan satu persatu sudah mulai meninggalkan saya. Sedangkan pihak bank mulai mengancam. Kalau tidak segera dilunasi utang-utang saya beserta bunganya, maka saya harus siap-siap angkat kaki dari rumah yang saya tinggali. Mobil-mobil saya pun hendak disita."

Pak Ustadz manggut-manggut.

"Saya kasihan dengan istri dan anak-anak saya. Akibat kebodohan bapaknya, mereka mesti menanggung akibatnya. Coba kalau saya tidak terlalu percaya dengan mitra bisnis saya itu, mungkin kejadian ini tak akan terjadi...."

Pak Ustadz hanya diam. Ia tak mampu berkata-kata. Ia paham dirinya bukan seorang pebisnis. Jadi, mana mungkin ia mampu memberi jalan keluar atas kesulitan yang dialami Pak Amir.

"Saya kini telah menjadi orang yang bangkrut...."

Pak Ustadz terkejut mendengar ucapan Pak Amir.

"Tidak, Pak Amir. Pak Amir bukan orang yang bangkrut. Pak Amir hanya orang yang sedang diuji, " kata Pak Ustadz tegas. "Sebab orang yang bangkrut adalah orang yang amal kebaikannya tidak mampu menutupi perbuatan buruknya."

Pak Amir mendongak dan memandang Pak Ustadz. Mata Pak Ustadz membalasnya lembut.
* * *

No comments: