Sunday, November 15, 2009

HILANG MARAH, HILANG SETAN

Pak Ustadz berjalan agak tergesa-gesa. Ia takut terlambat. Sebentar lagi acara pengajian di masjid akan dimulai. Dari jauh ia melihat jalanan sudah sepi. Wah, pasti orang-orang sudah duduk rapi di masjid, batinnya.

Malam merambat naik. Di sebuah tikungan jalan, sebuah suara membuat langkah Pak Ustadz terhenti. Di kegelapan. Sejenak.

"Buru-buru amat, Pak Ustadz...."

Usman dan Jamal, dua dedengkot kampung. Si
trouble maker, pembuat keonaran. Mereka asyik duduk di bangku tepi jalan. Sebuah botol minuman tergeletak di samping mereka berdua. Pak Ustadz sudah menduga-duga. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Pak Ustadz aku mau nanya...." Jamal membuka suara. Nada bicaranya terdengar parau. Badannya agak limbung.

"Bagaimana
sih cara menghilangkan rasa marah?"

Pak Ustadz memandang tajam keduanya. Ia tahu, mereka sudah di ambang batas kesadaran. Air botol yang tergeletak di dekatnya adalah bukti. Tapi, Pak Ustadz tidak ingin menyakiti perasaan mereka berdua.

"Ambil napas panjang. Begitu saja. Terus menerus," jawab Pak Ustadz sabar.

"Kalau cara ini gagal, bagaimana Pak Ustadz?"

"Kalian berdua tak usah banyak bicara. Diam saja. Insya Allah rasa marah kalian pelan-pelan akan hilang dengan sendirinya."

Usman dan Jamal sepertinya tidak puas. Entah karena pengaruh minuman keras atau karena rasa ingin tahu yang berlebihan mereka kembali bertanya.

"Kalau dua cara ini juga gagal, bagaimana Pak Ustadz?"

"Kalian bisa duduk-duduk sambil berdiam diri. Kemudian usahakan berbaring dengan santai sehingga syaraf-syaraf kita menjadi kendor."

Pak Ustadz senang Jamal dan Usman sudah tidak lagi bicara. Namun, ia kecele. Rupanya, Usman belum puas juga. Bahkan bicaranya seperti tak terkontrol lagi.

"Nah, kalau cara ini juga gagal, rasa marah tetap saja masih ada, bagaimana Pak Ustadz?"

Pak Ustadz terdiam. Ia memperhatikan keduanya. Usman tak sabar.

"Bagaimana Pak Ustadz?"

Pak Ustadz berkata singkat.

"Bacalah taawuds. A'udubillahiminnassyaithonirrojim. Bismillahirrohmanirrohim."

Usman tak puas juga.

"Nah, kalau ini juga gagal. Saya marah terus-terusan, bagaimana?"

Pak Ustadz mulai hilang kesabarannya. Ia kini percaya, susah memang bicara dengan orang yang mabuk. Hilang sadarnya.

"Ambillah air dan berwudhulah. Kalau bisa segeralah sholat....."

"Tapi, kalau ini gagal juga, terus saya bagaimana?"

Usman tersenyum-senyum. Seperti mengejek. Pak Ustadz sudah hilang kesabarannya.

"Berarti kalian telah menjadi setan!"

Pak Ustadz berlalu dengan cepat. Usman dan Jamal terkejut. Tapi, hanya sesaat. Samar-samar Pak Ustadz mendengar Usman dan Jamal saling berceloteh.

"Ha..ha... Kita setan! Setan! Ha...ha....!!!" * * *

No comments: