Saturday, November 14, 2009

AYO, SENYUMLAH!

"Pak Ustadz!"

Sebuah teriakan keras menyengat telinga Pak Ustadz. Sore itu, sehabis sholat asar. Pak Beni. Lelaki tegap yang mudah sekali tersenyum. Ramah. Ramah sekali. Semua orang tahu Pak Beni. Tahu, karena Pak Beni terkenal murah senyum dan ramah.

Ia berlari-lari dengan ketergesaan yang sungguh. Hampir terjatuh ia. Menyalami Pak Ustadz dengan kukuh dan memperlihatkan giginya yang putih teratur rapi.

"Pak Ustadz, bisakan nanti malam datang ke rumah saya? Oh ya, saya mau syukuran. Alhamdulillah, berkat doa restu Pak Ustadz dan warga di sini, saya terpilih menjadi ketua partai, "tutur Pak Beni.

Ada kebahagiaan di wajah Pak Beni. Pak Ustadz tahu, Pak Beni aktif di salah satu partai politik yang ada di negeri ini. Kemarin Pak Ustadz memang mendengar Pak Beni mencalonkan dirinya sebagai ketua partai di tingkat kota. Syukur, kalau Pak Beni menang dan akhirnya terpilih.

Itu cerita beberapa bulan yang lalu.

Kini, Pak Beni sudah muncul lagi di rumah Pak Ustadz dengan kebahagiaan serupa. Juga undangan yang serupa kepada Pak Ustadz.

"Pak Ustadz, saya meminta Pak Ustadz hadir nanti malam di rumah saya. Saya mau syukuran..."

"Syukuran?! Syukuran apa, Pak Beni?" tanya Pak Ustadz sedikit kaget.

"Alhamdulillah, berkat doa restu Pak Ustadz, juga seluruh warga di sini, saya terpilih menjadi anggota DPRD di kota kita ini..."

Pak Ustadz langsung berucap syukur. Ia menyalami Pak Beni kembali. Pak Ustadz senang ada salah seorang tetangganya yang kini menjadi wakil rakyat. Pak Ustadz berharap Pak Beni mampu menjalankan amanah yang dipikulnya itu.

"Saya minta doanya saja Pak Ustadz. Moga-moga saya mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab yang berat ini. Saya berharap Pak Ustadz tidak berhenti mendoakan saya, " pinta Pak Beni beranjak pergi.

Pak Ustadz manggut-manggut. Ia yakin bila mau bekerja keras Pak Beni pasti akan mampu melaksanakan tanggung jawab itu.

Senyum terus terukir di bibir Pak Beni. Sepanjang jalan yang dilalui. Demi mengabarkan warta gembira ke setiap warga yang diundang.

Jabatan telah mengundang Pak Beni untuk mendudukinya. Pak Beni senyum, Pak Beni teramat bahagia. Namun, dalam hati Pak Ustadz sebenarnya sangat merindukan senyuman Pak Beni yang lain. Ya, senyuman Pak Beni yang lain! Senyuman Pak Beni saat panggilan adzan memanggilnya. Bukan jabatan yang memanggil, tapi Allah yang memanggil!

Kenapa demikian? Karena Pak Beni memang sulit sekali tersenyum ketika Allah memanggilnya. Ia bahkan kerap cemberut. Kapan ya Pak Beni mau tersenyum kepada panggilan Allah.... * * *

No comments: