Thursday, October 29, 2009

KAPAN ISRAEL KEOK?

Fajar, Dadi, dan Gilang sedang bersiap-siap pergi. Mereka hendak turun ke jalan, bergabung dengan massa yang lain. Umbul-umbul, mikropon dan bekal yang lain sudah mereka persiapkan. Pokoknya tinggal jalan dan teriak-teriak.

Semangat 45. Begitu mereka menyebutnya. Hari ini mereka akan menyuarakan protes. Protes keras terhadap Israel. Ya, negara zionis itu kembali menyerang bangsa Palestina yang sudah terdesak. Padahal, apa sebenarnya yang dimaui Israel. Ia punya segalanya dan ia menguasai segalanya.

Sepanjang jalan Fajar, Dadi, dan Gilang tak henti-hentinya berbicara persoalan yang terjadi di kawasan Timur Tengah itu.

"Amerika biang keroknya. Coba kalau Amerika bisa bersikap adil, pasti Palestina tidak mengalami nasib yang demikian, " kata Gilang mulai berapi-api.

"Benar. Amerika memang tukang bikin perkara, " dukung Fajar kepada Gilang. "Ngakunya polisi dunia, tapi perilakunya seenak udelnya sendiri. Afganistan diserang. Irak dihabisin. Jangan-jangan tak lama lagi Iran."

"Makanya nanti di sana kita protes sama Amerika. Biar tahu dunia ini bahwa kita nggak suka sama bangsa yang sok pinter dan sok kuasa itu. Amerika kita setrika, Inggris kita linggis."

Fajar dan Gilang tertawa keras.

"Dadi, benarkan pendapatku?" tanya Gilang kepada Dadi yang sedari tadi hanya mendengarkan kedua temannya bicara.

Dadi tersenyum tipis. Kata Dadi kemudian.

"Benar. Tapi, kita tidak boleh melupakan bahwa musuh kita sebenarnya adalah Israel. Israel yang biadab, Israel yang tak beradab. Apa yang dilakukan di Palestina menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa yang tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan."

"Kalau Amerika?" tanya Gilang.

"Amerika hanya berusaha menjadi penengah yang tidak mungkin bisa adil karena mereka selalu punya agenda tersendiri di kawasan yang kaya minyak itu. Amerika tetap tidak bisa diharapkan perannya. Mereka lebih condong kepada Israel."

Fajar seperti tidak setuju dengan pendapat Dadi. Tapi, dia tak kuasa mendebatnya. Dadi di mata Gilang dan dirinya memang memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Karena itu, ia sering menjadi tempat bertanya bagi banyak orang.

Pak Ustadz lewat di depan mereka. Ah, kesempatan, kata Fajar dalam hati. Ini kesempatan bagi Fajar untuk paham, siapa sebenarnya yang harus diprotes. Amerika atau Israel.

"Pak Ustadz, siapa sebenarnya musuh kita dalam konflik di Palestina, Amerika atau Israel?" tanya Fajar.

Pak Ustadz memandang mereka dalam-dalam. Ia merasakan semangat yang membara terhadap nasib umat Islam di Palestina dari ketiga anak muda itu. Sayang, mereka seringkali lupa membekali dirinya dengan pemahaman dan ilmu.

"Amerika musuh, itu benar. Israel musuh, itu juga benar!" tegas Pak Ustadz. "Tapi, musuh yang paling besar sebenarnya adalah diri kita sendiri."

"Ha...?!"

"Makanya kalau kita sudah mampu mengalahkan diri kita sendiri, mudah bagi umat Islam untuk mengalahkan Israel atau Amerika sekalipun."

Fajar, Dadi, dan Gilang melongo mendengarkan penuturan Pak Ustadz. Setengah percaya mereka bertanya kepada Pak Ustadz.

"Memang kita mampu mengalahkan Israel dan Amerika, Pak Ustadz?"

"Lho, ya mampu!" tegas Pak Ustadz. "Tapi, ada syaratnya."

"Apa syaratnya Pak Ustadz?" tanya Fajar dan Gilang berbarengan.

"Syaratnya kalau barisan sholat subuh umat Islam sudah seperti barisan sholat Jumat, maka Israel dan Amerika pasti bisa kita kalahkan."

Fajar, Dadi, dan Gilang saling berpandangan mendengar jawaban Pak Ustadz. Mereka terpana, bahkan saat Pak Ustadz sudah beranjak pergi, juga untuk berdemo. * * *

No comments: