Sunday, October 25, 2009

PERSAHABATAN INDAH

Pak Ustadz terus memperhatikan dua pria yang beranjak menjauh darinya. Keduanya terlihat sangat mesra. Mereka saling bergandengan. Mereka saling menggoda. Tak ada batas di antara keduanya.

Pak Ustadz menghela napas panjang. Mulutnya terus memohon ampun kepada Allah. Ia tak berdaya menyaksikan kedua pria yang telah lenyap dari hadapannya. Hatinya menangis. Sedih.

Semua daya dan upaya telah dilakukan, tapi kini Pak Ustadz tahu, Allah belum memberikan jalan kebenaran. Nasihat telah diucapkan. Peringatan sudah dilontarkan. Namun, Pak Ustadz memang harus menyerah. Ia memasrahkan segalanya kepada Sang Khalik.

"Menyerah Pak Ustadz...."

Sebuah suara lirih menyapanya. Pak Ustadz menolehkan wajah. Firman, salah satu pemuda yang sering menemaninya bepergian. Ke mana saja.

Pak Ustadz kembali menghela napas panjang.

"Saya sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Kemampuan saya sangat terbatas. Dia sudah kukuh dengan kehidupannya. Dia merasa benar. Jadi, buat apa saya memberikan perhatian yang berlebih kepadanya."

"Tapi, kasihan Pak Ustadz...."

"Hidup adalah pilihan, Firman. Semua ada konsekuensinya. Aldi telah memilih hidupnya. ia tahu ia keliru. Salah. Ia tahu itu. Tapi, ia menerima konsekuensinya meski ia sebenarnya tidak menyadari konsekuensinya. Ia lupa dan lalai."

Pak Ustadz kembali terbayang wajah anak sahabatnya. Aldi yang lembut, Aldi yang manis. Namun, sejak remaja, Aldi berubah. Ayahnya terperanjat saat kelembutan Aldi berubah menjadi "selembut-lembutnya". Ibunya menangis ketika manisnya Aldi berganti menjadi Aldi yang "semanis-manisnya". Ayah dan ibunya pingsan tatkala Aldi berubah menjadi pencinta pria.

"Apa yang mesti dilakukan Aldi sekarang, Ustadz?" tanya Firman lirih.

Pak Ustadz menunduk. Ia tak tahu harus menjawab apa. Tapi, Firman mengerti saat Pak Ustadz berkata tegas.

"Andai sebuah pertemanan atau persahabatan hanya menjadikan kita dekat dengan maksiat dan semakin jauh dari Allah, maka putuskanlah!" * * *

No comments: