Tuesday, October 27, 2009

BIARKAN DIA BERSUJUD

Bisik-bisik itu semakin keras. Tak bisa dicegah. Mulanya dua orang, lalu tiga, kemudian empat, selanjutnya hampir semua jamaah yang hadir di masjid. Bisik-bisik itu serupa ribuan laron kecil yang melingkari lampu.

"Sstt, dia mulai sholat. Ada angin apa ya?"

"Mimpi kali. Dia tak sadar kalau sedang sholat. Coba kalau sadar, dia pasti tak jadi sholat."

"Moga-moga seterusnya. Tidak malam ini saja. Sebab, bagaimanapun juga kehadirannya sangat ditunggu orang-orang. Kalau saja dia mau sholat,
ah pasti masjid ini merasakan manfaat langsung dari kehadirannya."

Pak Farid menjadi bahan perbincangan. Malam itu. Di saat menjelang sholat isya. Mereka seolah melihat Pak Farid sebagai hantu. Aneh. Ganjil. Ya, karena sejak-sejak sebelumnya Pak Farid memang tidak pernah masuk masjid. Jangankan masuk, melihat pun ia tak mau.

Pak Farid orang yang kukuh. Pekerja keras. Tak mudah goyah. Maka kesuksesannya membuat banyak orang begitu menghargainya. Kekayaannya merambah semua sektor. Transportasi, pertanian, perdagangan. Dan, keberhasilannya itu, ia yakini sebagai buah kerja kerasnya selama ini.

Pak Farid tak percaya ada tangan Tuhan di sana. Bahkan ketika ia didera sakit yang parah tanpa diketahui sebabnya, ia tetap tak percaya Tuhan. Ia percaya sakitnya itu karena buah kesalahannya yang tidak pernah hidup secara sehat. Berminggu-minggu. Berbulan-bulan.

Maka, malam itu, di saat ia berjalan sendirian dengan tertatih-tatih menuju masjid, semua orang terpana. Tak percaya. Bahkan ketika ia pulang dan hilang lenyap dari pandangan mata, semua jamaah masih tak percaya dengan kehadirannya tadi.

"Seperti mimpi ya..." cetus seseorang.

"Iya. Abisnya, jarang-jarang sih. Malah nggak pernah sama sekali, "timpal yang lain.

"Alaaa, itukan karena dia sudah sakit. Coba kalau nggak sakit, mana mau dia masuk masjid dan sholat. Jadi, dia mulai takut mati. Karena takut mati dan dosanya seabreg, lalu dia sholat. Siapa tahu saat mati dosanya dapat ampunan...ha...ha..."

Suara keras membahana di seluruh ruangan masjid. Namun, suara itu seolah hilang lenyap saat seseorang berkata lembut, tapi tegas. Pak Ustadz.

"Syukur.... Akhirnya ia mau ruku' dan sujud juga. Semoga bukan karena semata-mata rasa takut akibat sakit yang sedang mendera. Tapi, bukankah ruku' dan sujud juga boleh dikarenakan rasa takut, selain harap dan cinta terhadap Yang Maha Tinggi?"

Suasana senyap. Sunyi. Sepi. * * *

No comments: