Monday, September 27, 2010

BAWAHAN LEBIH PENTING DIBANDING ATASAN!

Ceramah pesanan. Begitulah Pak Ustadz biasa menjuluki saat seorang utusan menjumpai dan memintanya berceramah di suatu tempat. Tapi, tidak berhenti di situ. Karena, sang utusan kemudian meminta beberapa pesan "kebaikan" kepada Pak Ustadz agar disampaikan di depan jamaah.

Pak Ustadz kadang pusing. Tentu saja, sebab ia mesti mengaitkan pesan itu dengan ayat-ayat yang ada dalam kitab suci. Kadang Pak Ustadz mengabaikan. Namun, Pak Ustadz kadang melakukan, sejauh hal itu tidak bertentangan dengan nuraninya.

"Intinya, Pak Ustadz diminta menyampaikan tentang pentingnya seorang atasan dalam sebuah pekerjaan. Kami berharap Pak Ustadz menyampaikannya dalam ceramah nanti. "

Pak Ustadz manggut-manggut. Dua utusan yang datang terlihat gembira. Mereka senang karena misi yang berasal dari atasannya telah tersampaikan.

"Tapi, kenapa Bapak berpesan seperti ini?" tanya Pak Ustadz mulai sedikit usil. Ia memang penasaran dengan kebiasaan kantor atau perusahaan yang memintanya berceramah, tapi selalu disisipi pesan titipan alias sponsor atawa iklan.

"Oh, nggak kenapa-kenapa, Pak," kata dua orang utusan itu sedikit gagap.

"Kami hanya ingin para bawahan mengerti bahwa tugas atasan itu sangat penting. Suara atasan mesti didengar, dihormati, dan dilaksanakan oleh para bawahan. Jika suara atasan diabaikan, maka entah apa yang terjadi dalam sebuah organisasi."

Pak Ustadz mengangguk. Ia mulai mengerti ke arah mana pembicaraan itu. Tapi, rasa usilnya tetap tak pudar.

"Menurut anda berdua, apakah di kantor, atasan itu memang lebih penting dibanding bawahan?"

Utusan yang pertama menjawab.

"Oh, jelas, Pak Ustadz. Atasan itu ibarat kepala dalam tubuh manusia. Kepala itu isinya otak atau pikiran. Tanpa, kepala, otak, dan pikiran, tak akan mungkin kantor kami akan mampu bergerak. Kami semua sangat tergantung kepada kepala itu."

Utusan yang kedua menjawab.

"Atasan itu pemimpin, Pak Ustadz. Ia pemilik tongkat komando. Tanpa, komando atasan, para bawahan akan kebingungan, tak tahu apa yang mesti kerjakan."

Pak Ustadz tersenyum. Ia paham jalan pikiran kedua orang itu.

"Kalau saya malah berpikir bawahan itu lebih penting dibanding atasan. Sebab, tanpa bawahan tidak mungkin ada atasan. Tanpa bawahan, orang juga akan dianggap gila. Tapi, tanpa atasan, orang dinilai biasa-biasa saja. "

"Lho, kok bisa, Pak Ustadz?" Kedua orang itu bingung menyimak maksud Pak Ustadz.

"Anda pasti berani ke luar rumah tanpa atasan. Tapi, tanpa bawahan, Anda berani tidak?"

Kedua orang utusan itu terdiam sejenak. Lalu, keduanya tertawa terbahak-bahak mendengar maksud ucapan Pak Ustadz.

"Jadi, benarkan, bawahan itu lebih penting dibanding atasan?!" * * *

No comments: