Friday, September 24, 2010

PEMBURU JABATAN

Teman-temannya dulu tidak sedikit yang menjuluki sebagai "pemburu jabatan". Sebab, hampir seabreg jabatan telah diraihnya. Tentu dengan kerja keras dan sedikit ambisi. Mulai dari jabatan yang rendah hingga yang tinggi. Mulai dari jabatan yang "basah" sampai jabatan yang konon "kering kerontang".

Dik Singgih, demikian Pak Ustadz memanggilnya akrab. Mantan adik kelasnya saat duduk di bangku sekolah dasar. Jangan dibandingkan sekarang. Karena Pak Ustadz bukan siapa-siapa, sedangkan Mas Singgih jelas "siapa-siapa". Mereka bertemu ketika sekolahnya mengadakan reuni.

"Bagaimana kabarnya sekarang, dik? Jadi orang penting ya...."

Pak Ustadz coba menyapa ramah. Ia memang masih mengenalnya. Dan memang tak akan pernah melupakannya. Singgih tetap seperti dulu dengan ciri khas tahi lalat yang cukup besar di kening sebelah kiri.

"Ah, bisa saja Mas ini. Biasa saja kok," jawab Singgih tersipu malu.

Pak Ustadz agak terkejut dengan sikap Singgih. Ternyata ia tetap ramah, tidak berubah. Ia juga tak segan menjawab pertanyaan dan pernyatan yang dikeluarkan Pak Ustadz. Bahkan termasuk ambisinya untuk meniti jalan sebagai politisi. Kata Singgih, politisi adalah batu loncatan bagi dirinya untuk menggapai ratusan jabatan empuk di beragam bidang kehidupan.

"Maaf, Dik Singgih. Saya kok agak bingung. Kenapa sih Dik Singgih begitu berambisi menduduki jabatan-jabatan yang empuk di negeri ini?"

Singgih tertawa kecil. Ia seperti mentertawakan kebodohan Pak Ustadz. Bahkan mulutnya Singgih agak lama menutupnya. Baru setelah diam sejenak ia menjawab pertanyaan Pak Ustadz.

"Jujur, Mas. Jabatan tinggi membuat saya lebih mudah mencari harta dan kekayaan. Andaipun saya memiliki harta, belum tentu dengan harta dan kekayaan saya akan mampu menduduki jabatan."

Pak Ustadz terperangah.

"Jabatan juga bebas dari pencurian, Mas. Bahkan pencuri ternama sekalipun keder melihat jabatan yang diduduki seseorang."

Pak Ustadz tercenung.

"Ingat, Mas. Jabatan akan meluas tanpa paksaan. Orang akan memuji ketinggian, kebesaran, dan kemuliaan kita setelah tahu bahwa kita menduduki suatu jabatan tertentu."

"Dan terakhir, Mas. Ini yang paling penting. Jabatan membuat kita mampu menguasai dan mengendalikan seseorang, banyak orang, bahkan keadaan di sebuah lingkungan."

Kepala Pak Ustadz puyeng. Ia kini baru menyadari bahwa Singgih, adik kelasnya dulu memang telah berubah. * * *

No comments: