Tuesday, September 21, 2010

DOA MINTA JABATAN

Pak Ustadz kedatangan tamu. Seorang lelaki berpakaian perlente. Kulitnya bersih, tubuhnya sedikit tambun, dan baunya wangi. Rambut lelaki itu klimis. Pak Ustadz tidak tahu siapa dia. Pak Ustadz hanya tahu bahwa lelaki itu mencari dirinya dan masuk ke rumahnya.

Lelaki perlente itu tidak sendirian. Ia datang berdua dengan seorang pria berbaju hitam dan bercelana hitam. Pria itu lebih terkesan sebagai pengawal atau sopirnya. Sikap dan tindak tanduknya mengisyaratkan itu.

"Bapak mungkin salah mencari saya. Sebab, maaf. Saya sama sekali tidak mengenal Bapak. Saya takut Bapak salah alamat."

Pak Ustadz bersikap seramah mungkin. Ia khawatir lelaki perlente itu salah tujuan dan merasa malu telah masuk ke rumahnya. Tapi, lelaki itu bersikeras. Ia tidak merasa salah tujuan. Ia yakin dirinya benar.

"Oh, tidak. Saya memang ingin bertemu dengan Pak Ustadz. Saya punya keperluan khusus dengan Bapak."

"Keperluan khusus?" Pak Ustadz sedikit terkejut. Keningnya berkerut.

Pikiran Pak Ustadz langsung berputar-putar dengan seribu dugaan. Mungkin lelaki perlente itu meminta Pak Ustadz untuk mengisi ceramah di rumahnya atau mungkin lelaki perlente itu hendak mengundang Pak Ustadz hadir dalam sebuah acara. Mungkin lelaki perlente itu berniat mengajak Pak Ustadz mendirikan sebuah pondok pesantren.

"Maaf, keperluan khusus apa ya?"

Lelaki perlente itu terdiam sejenak. Ia sedikit ragu. Wajahnya menunjukkan itu. Namun, setelah Pak Ustadz meyakinkannya, lelaki perlente itu kemudian menjelaskan maksudnya. Awalnya terdengar rikuh, lama kelamaan suaranya semakin meyakinkan.

Kata lelaki perlente itu, ia sengaja datang khusus ke Pak Ustadz karena ingin meminta berkah. Ia berharap Pak Ustadz dapat mewujudkannya. Berkah itu berupa jabatan dan pangkat yang ingin ia diduduki. Ia sudah berusaha sekeras mungkin dalam bekerja, tapi jabatan dan pangkat yang diincarnya seolah lepas. Jauh dari dirinya.

"Saya harap Pak Ustadz bisa memberikan sesuatu untuk saya. Bisa doa, pertolongan, atau pegangan. Terserah Pak Ustadz pokoknya...."

Pak Ustadz kini tahu maksud kedatangan lelaki perlente itu. Tapi, bagi Pak Ustadz, lelaki perlente ini telah keliru. Ia salah alamat. Pak Ustadz tidak cukup punya kemampuan untuk mewujudkan jabatan atau pangkat pada diri seseorang.

"Maaf, Bapak. Sekali lagi maaf. Bapak salah alamat. Saya tidak memiliki kemampuan itu. Benar, sungguh, " kata Pak Ustadz lembut tapi tegas.

Semburat kekecewaan langsung terlihat di wajah lelaki perlente itu. Tapi, ia tak kurang akal. Beberapa kali ia berusaha memaksakan kehendaknya dengan beragam iming-iming. Pak Ustadz tak goyah. Lelaki perlente itu akhirnya pamit.

Di beranda rumah, Pak Ustadz tercenung. Pangkat! Jabatan! Ah, betapa banyak orang yang bersikeras mendapatkannya, bahkan dengan segala macam cara. Mereka pikir, dengan pangkat atau jabatan, ketinggian, kebesaran, dan kemuliaan layaknya Tuhan Sang Penguasa Jagat, akan mereka dapatkan. * * *

No comments: