Tuesday, March 09, 2010

SELEKSI MUJAHID

Hari Jumat, ba'da ashar. Ah, selalu saja muncul kegelisahan pada setiap waktu itu dalam diri Pak Ustadz. Bukan kegelisahan sebenarnya, tapi lebih mirip kemalasan. Entah, kenapa. Pak Ustadz sendiri kadang bingung.

Pak Ustadz sudah berusaha mengusirnya. Keras. Dengan segala macam cara. Tapi, rasa malas itu muncul lagi dan muncul lagi. Susah untuk ditahan.

"Hari ini mengisi di Masjid Attaubah, Abi?"

Suara istri Pak Ustadz muncul dari balik pintu dapur. Secangkir teh hangat terhidang di depan Pak Ustadz. Teh itu tidak sendirian. Pisang goreng yang juga masih hangat ikut menemani.

Pak Ustadz tak menyentuh. Teh dan pisang goreng itu dibiarkan saja. Mata Pak Ustadz lebih senang terarah ke langit-langit rumah. Putih. Tapi, pada beberapa bagian sudah mulai menghitam, tanda air hujan telah menggerusnya. Keropos.

Istri Pak Ustadz langsung duduk di sampingnya. Tak bersuara juga. Hanya menatap wajah suaminya. Ruang dapur menjadi terasa senyap.

"Malas ke Masjid Attaubah....."

Pak Ustadz menghela napas. Ucapan istrinya menohok perasaannya. Sakit. Menyakitkan. Tapi, benar. Amat benar. Pak Ustadz tidak pernah bisa membantah perkataan istrinya bila sudah menyangkut Masjid Attaubah.

Setiap kali mendengar Masjid Attaubah Pak Ustadz merasa bak orang kalah. Ia serasa gagal menjadikan jamaah masjid itu membludak. Setiap ia datang dan memberi kajian, yang datang hanya segelintir. Orang-orangnya juga itu-itu saja. Pak Ustadz sudah sampai taraf bosan dan putus asa berdakwah di Masjid Attaubah.

"Apa sebaiknya aku tinggalkan saja ya?"

Istri Pak Ustadz terkejut mendengar ucapan suaminya. Seumur-umur baru kali ini suaminya berniat meninggalkan medan dakwah.

"Lho, kenapa Abi tinggalkan?!" cetus istri Pak Ustadz agak keras.

"Bukankah Masjid Attaubah merupakan bukti bahwa Allah sangat mengasihi Abi? Justru di Masjid Attaubah Allah telah memenuhi janjinya bahwa ia tidak meninggalkan Abi jika Abi tetap lurus dalam berdakwah."

"Maksud Umi?" tanya Pak Ustadz kebingungan.

"Di Masjid Attaubah, Abi tidak perlu lagi menyeleksi mana yang calon mujahid dakwah, mana yang bukan. Allah yang langsung menyeleksinya dari jumlah yang banyak. Jamaah yang sedikit adalah pilihan Allah."

Pak Ustadz terkesiap mendengar ucapan istrinya. Ia menyimak kata-kata istrinya.

"Beda dengan di masjid lain. Jamaah membludak. Tapi, Abi tidak tahu mana yang calon mujahid dakwah, mana yang bukan. Abi bahkan kebingungan menyeleksinya karena terlalu banyak dan kerap berganti-ganti..."

Pak Ustadz mengangguk. Ia membenarkan ucapan
istrinya. Ah, kenapa aku harus meninggalkan medan dakwah hanya karena jamaahnya sedikit? * * *

No comments: