Tuesday, February 09, 2010

PINTU HARTA

Selalu saja ada perasaan tidak enak di hati Pak Ustadz bila berkunjung ke rumah itu. Entah kenapa. Dirinya juga tidak pernah bisa paham. Pernah Pak Ustadz berusaha memetakan. Tapi, selalu gagal. Ia merasa bukan itu jawabannya.

Apakah karena harta? Ah, tidak. Meski kaya, dia tidak lebih kaya daripada orang-orang yang dikenal Pak Ustadz. Apakah karena sikap sombong? Juga tidak. Dia malah tergolong orang yang amat rendah hati. Apakah karena dia tidak menghormati dirinya? Salah besar. Dia sangat hormat kepada dirinya. Apalagi dia terbilang keponakan Pak Ustadz dari garis istrinya.

"Ayo, masuk! Kok malah diam saja," suara istri Pak Ustadz berdesing.

Langkah Pak Ustadz tertahan. Kedua kakinya seperti ada yang memegangnya. Keras. Pak Ustadz tak bisa melangkah. Rumah mewah dan mentereng yang ada di depannya tak juga dimasuki.

"Hei, ayo! Masa mau berdiri di depan rumah," kembali desingan suara istrinya.

"Umi masuk saja dulu. Nanti Abi menyusul...."

Istri Pak Ustadz cemberut. Mukanya ditekuk. Ia tidak suka melihat suaminya seperti itu. Mosok berkunjung ke rumah orang masuk duluan dan meninggalkan suaminya di luar.

"Ayolah Abi...."

Pak Ustadz tetap tak bergerak. Ia hanya memandang kosong. Namun, tak lama. Tiba-tiba matanya diarahkan ke wajah istrinya. Tanpa berkedip. Istri Pak Ustadz menjadi jengah.

"Kok Abi seperti itu. Kenapa?"

Pak Ustadz terdiam sesaat. Lalu, bibirnya berucap lirih.

"Aku bukannya tidak suka bersilaturahim ke sini. Tapi, aku takut bila terlalu sering ke sini, kamu akan lupa."

Istri Pak Ustadz bergetar. Mungkin benar, sebab ia memang sangat suka bila berada di rumah keponakannya itu. Segalanya ada. Rumahnya mewah. Sejuk karena ber-AC. Kursinya empuk. Super mewah. Makanan semua ada. Tersedia. Lengkap. Tak pernah kekurangan. Mobil siap mengantar untuk cari hiburan.

"Kau tahukan Umi, keberadaan harta di mata Allah? Jika haram ia akan menjadi azab. Kalaupun halal ia akan dihisab. Dan sungguh berat orang yang diberi amanah berupa harta. Sebab, harta memiliki dua pintu. Cara mendapatkannya ia akan ditanya, cara menggunakannya pun ia ditanya...."

Istri Pak Ustadz mengangguk. Lemah. Ajaib! Pak Ustadz kini bisa melangkah. * * *

No comments: