Tuesday, February 09, 2010

DAKWAH SENDIRIAN

Ia segan untuk berkumpul. Ia lebih senang sendirian. Tepatnya menyendiri. Wafa, sarjana ilmu Islam yang baru lulus dari sebuah sekolah tinggi. Entah kenapa. Teman-temannya yang suka berjamaah bareng di masjid juga tidak tahu.

Sehabis sholat berjamaah atau acara lain di masjid Wafa langsung bergerak pergi. Pulang atau sekadar jalan-jalan. Ia tidak pernah tampak bergaul dengan pemuda sebaya. Hidupnya seolah kesendirian. Temannya adalah kesendirian.

Pak Ustadz tahu potensi Wafa. Maka ia bergerak menjejeri langkah Wafa sesudah selesai sholat Isya berjamaah.

"Kok langsung pulang, Wafa? Nggak kumpul dulu sama teman-teman di masjid. Siapa tahu ada yang bisa dibicarakan demi kemajuan masjid kita itu, " kata Pak Ustadz sedikit berharap.

Wafa tersenyum. Ia tidak menanggapi ucapan Pak Ustadz. Ada sedikit rasa jengah di sudut hatinya. Tentu terhadap Pak Ustadz. Buat apa tanya-tanya beginian segala?

"Ayolah... Mereka semua perlu gagasan-gagasan segar darimu. Saya yakin kalau kamu bergabung, dakwah di lingkungan kita akan lebih semarak."

Wafa tetap tidak mau membuka suara. Mulutnya terkunci. Hatinya mulai sedikit kesal. Ia tahu apa yang mesti dilakukannya. Bergaul dengan mereka? Ah, bukan itu yang dicari Wafa.

Wafa butuh gagasan-gagasan segar demi persemaian intelektualnya. Ia merasa mandeg kala bergaul dengan teman-teman yang ada di masjid. Ia seperti menjadi kuper alias kurang pergaulan. Masjid di kampungnya ternyata sangat berbeda dengan masjid di kampusnya.

"Saya pikir, ilmu yang baru saja kamu dapat di kampus bisa kamu amalkan di sini. Juga pengalaman-pengalaman kamu saat berorganisasi. Ajarkan kepada mereka-mereka itu. Siapa tahu wawasan dan pengetahuan teman-teman akan terbuka lebar."

Wafa sudah tidak mau lagi mendengar suara Pak Ustadz. Hatinya kecut. Masam.

"Maaf, Pak Ustadz. Jujur, saya tidak memerlukan mereka. Kalaupun hendak berdakwah pasti akan saya lakukan sendirian. Saya lebih nyaman bila sendirian...."

Pak Ustadz terpana. Ia tidak menyangka bila Wafa bisa berucap seperti itu. Ia berhenti berjalan. Namun, langkahnya tak beriringan lagi dengan Wafa yang bergerak cepat meninggalkannya. Pak Ustadz hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Hatinya bergumam lirih.

"Musa butuh Harun. Muhammad perlu Abubakar, Umar, dan yang lainnya. Tapi, kenapa umatnya lebih suka sendirian dalam berdakwah. Aneh!"

Di sudut yang lain, hati Pak Ustadz bersikap. Pasti lagi ada apa-apa. * * *

No comments: