Monday, April 26, 2010

CERAI? SETAN PASTI TERTAWA!

Pak Ustadz mendampingi sepupunya di Kantor Pengadilan Agama (PA). Bukan mendampingi! Karena lebih tepatnya menasehati. Pak Ustadz berusaha mencegah saudara sepupunya itu mengajukan gugatan cerai terhadap istrinya.

Sejak sebelum sampai di Kantor PA Pak Ustadz sudah menganjurkan. Hentikan! Hentikan upayamu untuk menggugat cerai istrimu! Namun, mulut Pak Ustadz rasanya sudah berbusa-busa tanpa hasil. Sepupunya tetap berniat menceraikan istrinya yang telah memberinya seorang anak.

"Apa sebenarnya yang membuatmu ingin menceraikan istrimu?" tanya Pak Ustadz kepada saudara sepupunya itu.

Sepupunya tak mau menjawab. Ia hanya diam. Lalu lalang orang di kantor PA seolah membuat sepupu Pak Ustadz itu malas bicara. Tapi, itu tak lama. Semenit kemudian muncul suara saudara sepupu Pak Ustadz itu.

"Yah... karena memang sudah tak ada kecocokan lagi."

"Oh, jadi kalau sudah nggak cocok cerai, begitu. Iya? Enak banget ya...."

Sepupu Pak Ustadz itu terdiam, tak menjawab. Matanya lurus menatap ke depan. Kosong. Omelan Pak Ustadz seperti mengenai benar sudut hatinya.

"Kalau setiap ketidakcocokan dalam pernikahan lalu diselesaikan dengan perceraian, betapa bodohnya orang yang melakukan pernikahan itu."

Sepupu Pak Ustadz bergetar. Hatinya tersentil. Perih.

"Coba kamu pikir. Apakah Tuhan menciptakan manusia dalam bentuk yang sama? Tentu tidakkan. Nah, kalau kita sadar bahwa kita tidak sama, kenapa kita memaksa orang lain, bahkan yang paling dekat dengan kita sekalipun, untuk selalu sama dengan kita? Bukankah Tuhan sekalipun, sang penguasa alam, tidak pernah memaksa makhluknya untuk tunduk dan patuh kepada diri-Nya?"

Sepupu Pak Ustadz kini menunduk.

"Sama, seragam, cocok sejatinya malah membuat pernikahan menjadi hambar. Ia kehilangan kekuatan dan keindahannya. Pernikahan menjadi indah karena adanya perbedaan, ketidakcocokan. Bukankah taman yang indah karena di sana ada mawar, melati, matahari?

Pak Ustadz sengaja menumpahkan perkataannya. Ia sadar, inilah waktu terakhir yang bisa ia gunakan untuk mencegah sepupunya itu memasukkan gugatan cerai di Kantor PA.

Pak Ustadz terdiam sesaat. Tangannya menyentuh pundak saudara sepupunya itu. Katanya kemudian.

"Kau tahu, siapa yang paling senang dengan perceraian yang hendak kamu lakukan ini?"

Saudara sepupu Pak Ustadz mendongak. Matanya menatap mata Pak Ustadz. Ia menggelengkan kepalanya.

"Setan!"

Sepupu Pak Ustadz terkejut sejenak.

"Jika kamu ingin menjadi musuh setan, batalkan gugatan itu. Tapi, bila kamu ingin bersahabat dengan setan, teruskan gugatan perceraianmu itu." * * *

No comments: