Wednesday, January 06, 2010

HANYA TUKANG BACA DOA

Pak Ustadz masih duduk di kursinya. Diam. Wajahnya termangu. Gundah. Ia belum beranjak pergi. Padahal pakaiannya sudah terlihat rapi. Celana dan bajunya putih bersih. Kopiah putih nyantel di kepala.

"Lho, kok Abi belum juga pergi...."

Sang istri menyapa lembut. Perempuan berparas ayu itu lalu duduk di hadapannya. Ia menatap mesra suaminya. Pak Ustadz tak tergoda. Pak Ustadz tetap menampakkan wajah gundah.

"Abi, kenapa belum pergi? Kasihan lho Pak Agus sudah menunggu. Kalau Abi nggak ada di sana nanti siapa yang akan bertugas menggantikan Abi di acara syukuran itu?"

Pak Ustadz tetap diam. Matanya memandang ke luar. Mulutnya lalu bergerak lirih, seperti melepas kegundahan hatinya.

"Umi, aku sebenarnya agak malas pergi ke acaranya Pak Agus. Soalnya dari dulu ya seperti itu. Nggak ada yang lain. Aku hanya diminta baca doa, selesai lalu pulang."

"Lho, Abi nggak kasih ceramah di situ?"

Pak Ustadz menggelengkan kepalanya. Selalu begitu bila ada acara di tempat Pak Agus. Acara ceramah keagamaan tidak diperlukan di rumah Pak Agus yang mewah. Dari Pak Ustadz, Pak Agus hanya memerlukan doa penutup. Doa yang dianggapnya paling makbul.

Pak Ustadz paham siapa Pak Agus. Ia jauh dari Islam. Sangat jarang Pak Agus ikut dalam kegiatan pengajian warga. Pak Agus juga jarang terlihat di masjid, bahkan hari Jum'at sekalipun. Pak Agus lebih suka merayakan pesta-pesta di rumahnya.

Pak Agus memang orang terpandang. Di kantornya, karirnya moncer. Prinsipnya, tunduk patuh sama atasan adalah kunci kesuksesan. Loyalitas total! Tidak ada yang lain. Kerja keras, kerja sama, atau rajin hanyalah pendukung.

"Jadi, Abi mau berangkat tidak?"

"Sepertinya tidak....," jawab Pak Ustadz sedikit gamang.

"Kenapa?"

"Abi tidak mungkin datang ke tempat orang yang hanya tunduk dan patuh kepada atasan, tapi tidak pernah tunduk dan patuh kepada atasan yang sesungguhnya, yakni Allah."

Istri Pak Ustadz terkejut. Selama hidup berdampingan sebagai suami-istri, rasanya tidak pernah Pak Ustadz mengeluarkan kata-kata keras seperti itu. Baru kali ini ia berkata seperti itu. Keras. Tegas. Sedikit menyakitkan.

Istri Pak Ustadz memandang lembut. Bibirnya menyunggingkan senyum. Katanya kemudian.

"Abi, berangkatlah. Allah sudah menunggu Abi untuk mengucapkan kata-kata pujian dari mulut Abi....."

Pak Ustadz terpana. Dadanya bergetar. * * *

No comments: